Pesantren Imam Nawawi

Pesantren merupakan salah satu cara terbaik untuk menghafal Al Qur’an dan membiasakan bahasa asing. Oleh karena itu, Imam Nawawi School menyiapkan 3 jenis pesantren untuk menjamin ketercapaian target pendidikan :

  1. Pesantren Tahfidz
  2. Pesantren Bahasa Arab
  3. Pesantren Bahasa Inggris
    Namun membangun pesantren membutuhkan biaya yang tidak sedikit, baik untuk penyediaan sarana dan prasarana pesantren, kebutuhan makan, serta kebutuhan sehari-hari lainnya. Hal ini berdampak pada biaya pesantren yang tinggi, yang menyebabkan banyak kaum muslimin tidak menyanggupinya, sehingga hilang kebaikan yang banyak.

Jikapun ada pesantren dengan biaya terjangkau biasanya dilakukan dengan menekan gaji para pengurus dan guru-gurunya, mengurangi menu makannya, atau mengandalkan muhsinin. Pada saat itu peran orang tua semakin sedikit. Yang mengajar kan anak mereka orang lain, yang menafkahi mereka orang lain, bahkan yang merawat anak mereka juga orang lain. Maka saat itu amal jariah apa yang diharapkan orang tua? Bukankah al jaza min jinsi amal (balasan tergantung pada amal perbuatan)

Imam Nawawi School membuat program pesantren temporal untuk menekan biaya pesantren, di mana siswa dapat nyantri selama satu kuartal (3 bulan), satu bulan, atau bahkan satu pekan. Program ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan program pesantren regular antara lain :

Biaya lebih ringan
Baik bagi pesantren yaitu biaya penyiapan sarana dan prasarana, maupun bagi orang tua murid. Tentu lebih ringan bagi wali murid mengumpulkan biaya pesantren satu hingga tiga bulan dibandingkan tiap bulan selama tiga tahun.

Lebih sesuai fitrah anak
Anak yang belum dewasa/baligh maka yang terbaik tentu tinggal bersama dengan orangtuanya untuk jangka waktu yang lama. Bukankah di zaman Umar seorang suami hanya diperkenankan meninggalkan istrinya selama 4 bulan untuk berjihad, lalu bagaimana dengan seorang anak yang belum dewasa meninggalkan ibunya untuk menuntut ilmu? Mana yang lebih berat, memisahkan a-
nak (di masa anak-anak mereka) dari Ibunya atau memisahkan istri dari suaminya? Demikian pula para ulama, kapan mereka memulai rihlah dalam menuntut ilmu, apakah sebelum baligh ataukan
sesudah baligh?

Jikapun kita berdalih lingkungan rumah yang buruk dsb tidak baik untuk pendidikan anak, maka anak-anak tidak memiliki kewajiban untuk berhijrah, orang tua nyalah yang berkewajiban untuk hijrah ke lingkungan yang lebih baik.

Lebih memudahkan anak beradaptasi
Seorang anak yang baru masuk pesantren memerlukan adaptasi lingkungan baru, guru baru, teman-teman baru dsb. Jangka waktu yang pendek membuat anak menyelesaikan waktu pesantren sebelum
datang masa kejenuhan. Dan mereka dapat bersabar karena mereka tahu bahwa mereka tidak nyantri selamanya. Selain itu anak bisa dilatih mulai dari pesantren satu pekan, satu bulan, hingga ketika sudah terbiasa satu kuartal.

Menjaga kasih sayang sesama keluarga
Jangan sampai anak kita bisa bertahan di pesantren bukan karena makin dewasa, tapi karena keterikatan hati dengan keluarga semakin jauh. Tidak hanya hubungan dengan orang tua tetapi juga hubungan dengan kakak dan adiknya karena mereka hidup dan besar bersama. Anak kita akan merasakan kasih sayang orang tuanya. Sebagai orang tua, apa yang kita harapkan dibayangkan oleh anak kita ketika mereka berdoa, “Ya Allah sayangilah orang tua kami sebagaimana mereka me-
nyayangi kami ketika kami masih kecil.” Siapa yang menemani mereka ketika belajar, menyiapkan perlengkapan sekolah, menyiapkan makan, membantu mengerjakan PR dst. Siapa yang mereka bayangkan, orang tua atau musyrif/musyrifah. Jangan sampai balas budi anak kita ketika kita sudah tua adalah “mempesantrenkan” orang tuanya juga, sebagaimanamereka dipesantrenkan ketika kecil.

Mendidik anak untuk berbakti kepada orang tua
Setelah ketaatan dan kecintaan kepada Allah dan rosul-Nya, Ketaatan pada orang tua didahulukan dibandingkan selainnya. Namun sekarang kita jumpai anak-anak dipisahkan dari kesempatan berbakti pada orang tua di masa kecil dan lapang mereka, sedangkan ketika dewasa (lulus se-
kolah) mereka akan disibukkan dengan pekerjaan dan keluarga mereka sendiri.

Pembiasaan muraja’ah di rumah
Pembiasaan di pesantren tidak membutuhkan waktu panjang, cukup 1 s/d 3 bulan. Setelah itu anak kembali ke rumah dan dilihat perkembangannya, jika ternyata tidak dapat mempertahankan kebiasaan di pesantren, maka dapat dipesantrenkan kembali. Sebagaimana di kampung inggris Pare, 1-3 bulan adalah waktu yang cukup, yang penting fokus. Demikian pula tahfidz, jika fokus tidak
membutuhkan waktu panjang. Dan jangan sampai terjadi ketika di pesantren mereka rajin ke masjid, membaca & menghafal Al Quran, namun ketika di rumah justru jauh dari masjid dan Al Quran.
Yang kami inginkan bukanlah pembiasaan dengan peraturan yang itu mudah dilakukan, tetapi pembiasaan yang dilandasi niat ikhlash karena Allah, yang merupakan syarat diterimanya amal.

Membangun pesantren rumah
Siswa yang pulang setelah pesantren dan dapat menjaga kebiasaannya, akan menularkan pengaruh yang baik kepada keluarganya, terutama kepada adik-adiknya, bahkan kakak, ayah dan ibunya. Sehingga terwujudlah pesantren keluarga, dan rumah yang Al Quran hidup didalamnya.

Lingkungan pesantren menjadi tidak terlalu padat
Karena siswa mengikuti pesantren secara bergilir, di mana kapasitas akan tetap sama selama 3 bulan pesantren, maka dalam 3 tahun kapasitas pesantren dapat mencapai 12x lipat dibandingkan pesantren regular (4 kloter x 3 tahun)